Sumber: http://korpri.kaltimprov.go.id/wp-content/uploads/2016/09/uu.png |
Good Governance adalah
tuntutan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dengan syarat adanya
transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik.
Satu istilah tersebut mewakili makna reformasi menyeluruh baik secara
administrasi maupun pembangunan fisik atau non fisik yang dilakukan oleh
masing-masing pemerintahan di daerah baik itu Provinsi maupun Kabupaten di
Negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi seperti Indonesia ini.
Namun faktanya kata ‘Good Governance’
hanya dijadikan sebagai alat dalam agenda pesta demokrasi bahkan jika kita
boleh membuat analogi (perbandingan) istilah tersebut menjadi modal besar dalam
mempengaruhi masyarakat agar nilai jual suara dalam pemilihan umum atau kepala
daerah dapat mendulang keuntungan. Sekali lagi pesta demokrasi tak ubahnya
sistem pasar bebas. Saat ini bukan menjadi rahasia umum ketika akses teknologi
yang sangat canggih memungkinkan setiap orang dapat mengetahui kejadian
dibelahan dunia yang jauh dalam hitungan detik. Sebagai suatu contoh keramaian
pemilihan kepala daerah (PILKADA) di DKI Jakarta yang mempertemukan antara tiga
pasang calon untuk memperebutkan posisi penting pemegang kebijakan di Ibu Kota
Negara Indonesia saja sudah menjadi pusat perhatian seluruh masyarakat diluar
daerah DKI Jakarta. Padahal jika dilihat dari hak suara, setiap orang yang
tidak tercatat sebagai warga DKI Jakarta tentu tidak bisa menyumbangkan
suaranya dalam pesta demokrasi tersebut. Namun akibat pengaruh informasi yang
luas, memungkinkan setiap orang dapat berkomentar dengan adanya PILKADA
tersebut.
Sejalan dengan UU Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) maka pemerintah diamanatkan
untuk membuka informasi terkait penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat.
Sangat disayangkan, keterbukaan informasi ini hanya dimaknai sebagai sebuah
aturan yang digunakan hanya untuk menggugurkan kewajiban untuk mematuhi aturan.
Misalnya, pelaksanaan PILKADA terkadang yang menjadi sorotan hanya tentang isu
program pembangunan dan janji-janji politik saja. Sehingga cukup di beritakan
melalui media cetak, online dan televisi terkait debat kandidat maka
pelaksanaan PILKADA sudah dianggap terbuka untuk umum. sehingga anggaran pelaksanaan yang menyangkut
keuangan terhadap pelaksanaan PILKADA itu sendiri seolah
terlupakan. Padahal nilai anggaran pelaksanaan pesta demokrasi semacam itu
patut untuk di informasikan kepada publik agar masyarakat tersadarkan akan
nilai-nilai demokrasi bangsa Indonesia bukan hal yang sembarangan. Begitu pula
yang terjadi dengan pelaksanaan pembangunan di daerah. Kita melihat masih
banyak saja daerah yang belum memanfaatkan akses internet untuk mempublikasikan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) nya masing-masing. Banyak masyarakat
yang menginginkan keterbukaan tentang APBD agar mampu mengawasi secara langsung
pembangunan yang dilakukan, namun dokumen APBD menjadi barang ‘ghaib’ yang sulit untuk diketahui.
Dokumen APBD merupakan suatu barang yang sangat penting karen disana memuat
daftar pembangunan daerah yang menjadi prioritas sebagai ciri khas suatu
wilayah.
Setiap daerah memiliki website
khusus terkait informasi daerah masing-masing. Sebenarnya pemerintah daerah bisa
menggunakan website tersebut untuk mengunggah dokumen APBD. Namun sangat jarang
sekali kita menemukan daerah yang dengan bijaksana berani melakukan hal
tersebut. Hanya pencitraan tertentu saja yang diberitakan namun bukan itu yang
sejatinya dibutuhkan mayarakat. Padahal
sudah ada tim tertentu yang diberi tanggung jawab untuk melakukan publikasi
yaitu oleh Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi (PPID). Pejabat PPID bertanggung jawab pada penyimpanan,
pendokumentasian, penyedian, dan/atau pelayanan informasi. Akhirnya Keterbukaan
Informasi Publik menjadi tidak ada artinya bagi masyarakat, peran dan
pengawasan yang seharusnya dilakukan menjadi tidak ada sama sekali. Bahkan tak
jarang di daerah tertentu masyarakat seolah bermain tebak-tebakan tentang
pembangunan yang terjadi dan berapa anggaran yang dihabiskan untuk
menyelesaikan sebuah proyek pembangunan tertentu. Keterbukaan Informasi Publik
seharusnya menjadi semangat demokrasi yang menyadarkan namun kenyataannya
adalah nihil (baca: kosong).